Nurani kita

29/01/2012 00:17

 

BY: Luffy Lutfi

Dari sendal Jepit sampai Pengadilan?

 

Pencurian  memang perbuatan terlarang yang mesti ada sanksi hukumnya. Hanya saja, hukuman itu banyak ragamnya, tidak harus melalui pengadilan. Campur tangan masyarakat juga sangat diperlukan dalam perkembangan seorang anak, karena anak tersebut tumbuh dan berkembang di tengah masyarakat sehingga perlu adanya campur tangan masyarakat yang bisa berupa teguran, dan nasihat.

Sumantri dan Syaodih (2001) berpendapat bahwa fase remaja merupakan fase terpenting bagi perkembangan anak karena pada fase ini pola tindakan dan pola berfikir menyerupai orang dewasa. Pada tahap ini anak sudah dapat memikirkan buah pikirannya, dapaat membentuk ide-ide, dan berfikir tentang masa depan yang realistis.

Perilaku yang dilakukan oleh AAL 1 yang berumur 15 tahun tersebut adalah perilaku Outcome Control yaitu perilaku manusia yang dilakukan dan ditentukan untuk mencapai hasil misalnya, orang bekerja untuk memperoleh ketenaran, kebahagiaan dan persahabatan. Maka dapat dikatakan bahwa perilaku outcome control itu dikendalikan oleh hasil yang akan dicapai. Dari kasus ini, kemungkinan dari AAL 1 melakukan tindakan tersebut karena adanya pemikiran tentang masadepan ataupun adanya dorongan social yang mengakibatkan dia memiliki dorongan untuk melakukan hal tersebut.

Dr. Lahargo Kembaren SpKJ, psikiater dari Universitas Indonesia mengatakan kasus yang menimpa AAL l dapat berdampak negatif terhadap perkembangan psikologi anak. “Mungkin masuknya hukuman tersebut ingin mendidik, namun yang terjadi adalah hak anak sudah dirampas. Belum pasti, anak itu yang mengambil. Saya kira masih banyak cara lain yang lebih positif untuk mendidik anak,” paparnya. Dia mengatakan, penegakan hukum memang harus dilakukan. Namun bila yang menjadi tersangka adalah seorang anak, maka perlu memperhatikan perkembangan psikologisnya. Menurut Lahargo, kejadian ini bisa menimbulkan gangguan stres akut dengan gejala perubahan perilaku yang cenderung pendiam, halusinasi, dan ketakutan yang berlebihan. Pada kondisi ini, peran keluarga sangat dibutuhkan untuk selalu mendukung dan mendampingi anak agar tidak terjadi depresi. [https://www.tribunnews.com/2012/01/05/vonis-bersalah-aal-bisa-mengahntuinya-seumur-hidup]

Jazuli Juwaini, Politisi PKS dan Anggota DPR RI, menyesalkan Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Palu, Sulawesi Tengah yang memvonis bersalah terdakwa pencurian sandal jepit, AAL. Walaupun bentuk hukumannya adalah mengembalikan pembinaan anak pada orang tuanya, namun vonis bersalah itu akan mempengaruhi psikologis anak dalam waktu lama bahkan seumur hidup.  Stigma pencuri akan terus melekat pada diri anak tersebut. Kak Seto, Psikolog dan Penggiat Hak  Anak mengemukakan pendapatnya seharusnya masalah ini tidak sampai ke pengadilan dan kasus ini termasuk kriminalitas ringan. Apalagi ternyata dari proses persidangan mulai dari bukti-bukti yang ada, kesaksian dua rekan AAL, reka adegan, hingga proses pelaporan tidak menunjukkan secara langsung bahwa AAL adalah pencuri sandal Briptu AR, anggota Brimob Palu. [https://id.berita.yahoo.com/terdakwa-kasus-sandal-jepit-terbukti-bersalah-003021057.html]

Dari pernyataan diatas bahwa sangsi hukum yang dilakukan oleh aparat akan mengakibatkan terganggunya proses belajar pada anak misalnya pada proses akademik dan sosial. Pada proses akademik siswa akan melemah karena adanya rasa kepercayaan diri yang kurang sehingga mengakibatkan terganggunya proses belajar pada anak tersebut. pada proses sosial akan terhambat karena adanya stigma pencuri yang melekat pada AAL 1. Dengan demikian, anak memiliki penyesuaian diri yang kurang baik dan mungkin kurang diterima sebagai anggota kelompok sosial.

Hal-hal terpenting dari proses sosialisasi adalah bagaimana seorang anak belajar bersosialisasi dan dapat bergaul (Taufik, lestari & mikarsa, 2010), sangat bergantung pada :

1.      Kesempatan untuk bersosialisasi merupakan hal penting karena anak tidak dapat belajar untuk hidup secara dengan orang lain jika anak bersiakap individualis.

2.      Anak perlu mengkomunikasikan hal-hal yang diminati dan hal-hal yang tidak ia pahami oleh orang lain.

3.      Anak akan belajar untuk bersosialisasi jika ia termotivasi.

4.      Penentuan metode yang efektif dalam bersosialisasi anak.

Anak juga dapat melakukan hal-hal yang diterima maupun tidak diterima secara sosial. Begitu anak mengharapkan bergaul dengan anak-anak lain seusianya, mereka juga menerima harapan-harapan yang sesuai dalam penampilannya, pembicaraannya dan tingkahlakunya. Timbulnya perbedaan antara apa yang telah diterapkan dirumah dan di sekolah dengan dilingkungan kelompok sebaya,membuat anak lebih berpihak pada apa yang diakui oleh kelompoknya. Kebutuhan akan perhatiian dan penerimaan sosial dapat timbul karena perasaan tidak aman yang berkaitan dengan rasa iri, malu, dan terlalu tergantung pada orang lain. Tampaknya kebutuhan anak yang diterima oleh tman-temannya membuat mereka berusaha untuk menghindari hal-hal yang tidak diakui oleh kelompoknya atau bakan sebalikknya.

Sepatutnya seseorang yang lebih dewasa memiliki pemikiran bahwa anak memiliki keyakinan beragama, sehingga seharunya orang yang lebih dewasa tersebut memberikan gambaran-gambaran atau konsep-konsep bahwa jika melakukan kesalahan maka tuhan akan marah dan akan menghukumnya untuk dosa yang dia lakukan.

Nasehat dengan konsep keagamaan ini akan berakibat pada perilaku anak untuk menjadi manusia yang lebih baik. Dan anak akan mempunyai keyakinan bahwa dengan berbuat baik ia akan masuk surga demikian juga sebaliknya. Dalam hal ini anak berfikir tentang konsep tuhan, surga, neraka, malaikat ataupun dosa.

 

Daftar Pustaka.

Sudrajat, A. (2012, January 6). Pendidikan. Diakses January 26, 2012, dari  www.Sudrajat.blogspot.com

Sumantri, M., & Syaodih, N. (2010). Perkembangan Peserta Didik. UNIVERSITAS TERBUKA.

Taufiq, A., Mikarsa, H., & Priyanto, P. (2010). Pendidikan Anak di SD. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

 

Topic: Nurani kita

No comments found.

New comment